"Kebenaran adalah berani, dan kebaikan tidak pernah takut." -William Shakespeare_Measure for measure-

Minggu, 27 Desember 2009

SURAT CINTA UNTUKMU

Yang manis dan pahit itu kini menjadi kenangan..
Berakhir sudah masanya menimbulkan rasa manis dan pahit sebagai pelengkap hidup..
Yang ia timbulkan kini hanyalah serpihan kenangan...
Kenangan yang berharga dan tidak pernah terlupakan sampai habis pula masaku memberi rasa itu pada yang lain...

Menghabiskan waktu berdua, manis rasanya...
Berbagi banyak hal yang bisa dibagi, manis rasanya...
Memperebutkan banyak hal, pahit rasanya...
Melihatnya menangis, pahit rasanya....
Dia mampu memberikan semua rasa...
Lalu dia menghilang...
Menghilang untuk selamanya...
Dia mampu memberikan semua rasa...
Dan rasa kehilangan adalah salah satunya...

Saat waktunya selesai disini...
Seakan dia mengatakan sambil tersenyum, “it’s all done, now your turn”
Lalu dia pergi..

................

Kesayanganku,
Bagaimanapun caranya dan bentuknya kau pergi,
Tidak akan tergantikan siapapun posisimu...
Tidak terlupakan kenanganmu...
Harus merelakanmu pergi...
Untuk dapat bertemu kembali diwaktu yang sudah ditentukan..
“ I love you “ sungguh kalimat terdalam yang dapat ku ungkapkan padamu...
Setidaknya aku berharap kau mendengarnya ditempat indahmu kini...
Kalau-kalau aku seringkali lupa mengatakannya saat kau bersamaku disini, maka setidaknya kau akan sering mendengarnya diatas sana sekarang...
Akan kulanjutkan tugasku hingga tiba giliranku habis masa...
Saat sebelum masa itu habis, akan kupastikan kau dan orang-orang yang kita cintai bersama selama ini, merasa puas dan bangga pada tugas-tugasku...
Aku sayang padamu dan tersenyumlah ceria diatas sana seperti kau tersenyum ceria padaku di masa hidupmu...

I love you...

Rabu, 02 Desember 2009

TOO MUCH INFORMATION.,

Manusia membingungkan,
Hampir semua manusia sepakat bahwa makhluk mulia ciptaan Tuhan memang tidak akan pernah puas.
Ingin A, dapat A, lalu keinginan berbuah menjadi ingin AB, dapat AB, beranak lagi, ingin ABC, seterusnya seperti itu sampai abjad terakhir pun mungkin akan habis dan bisa saja membuat abjad baru karena ketidakpuasannya.

Informasi, kebutuhan dasar yang disadari atau tidak, memang sangat dibutuhkan manusia. Informasi membuka semua hal yang ingin diketahui,

Tapi,
Ternyata informasi juga membuka semua hal yang TIDAK ingin diketahui.
Orang bilang, semakin banyak informasi semakin bagus,
O ya?

Realita menunjukkan hal lain, terkadang, too much information is not always a good things.
Informasi berlebihan bisa membuat spekulasi baru,
Sangka ini, sangka itu,
Akhirnya membuat keadaan menjadi labil dan tidak begitu menyenangkan.
Kata tidak nyaman muncul di benak seakan menjadi identitas baru.

Informasi berlebihan bisa membuat hubungan hancur,
Tuduh ini, tuduh itu,
Akhirnya hanya membuat keadaan menjadi sangat tidak menyenangkan
Kata “Sangat tidak nyaman” muncul di benak dan sangat memungkinkan menjadi identitas baru.

Kalau begitu, bagaimana?
Batasi informasi yang bersangkutan?
Hahaha, bukankah manusia mendapat label “tidak pernah puas”?
Ah, hancurkan sumber informasi?
Terlalu berlebihan,

Kalau begitu, apa?
Mungkin saja jawabannya...
Menjaga hati,..

Ah,
Lagi-lagi,
Bukankah setiap manusia punya jawabannya sendiri.....

Sabtu, 28 November 2009

SATU MAKNA

Jika manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memilih umur, di umur berapakah kebanyakan manusia akan memilih?

Umur 2 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat yang menyenangkan karena yang kita tahu hanyalah bermain? Dimana saat-saat itu adalah saat kita masih belum tahu benar apa itu persoalan?

Umur 13 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita memasuki masa remaja dan mulai merasakan adanya cinta meski belum tahu benar apa arti sebuah cinta?

Umur 20 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita tahu apa itu persoalan dan permasalahan dan bisa labil dibuatnya karena suatu persoalan?

Umur 30 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita mendapat “label” dewasa dan mulai berpikir seakan kita tua?

Umur 50 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita mulai was-was akan pertanda penuaan dan akhir kehidupan? Dimana saat-saat itu adalah saat dimana kita merasa tidak berdaya menghadapi hidup yang terlalu keras ini?

Umur 70 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat dimana kita memang tidak berdaya menghadapi persoalan yang dirasa terlalu berat dan tubuh mulai mengkerut?

Umur 80 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat dimana kita sudah berpikir tentang kematian dan mulai mencari tanah untuk menguburkan diri sendiri?

Hanya saja Tuhan tidak pernah memberi pilihan seperti itu. Semua manusia secara adil harus melewati arti sebuah proses kehidupan. Semua memiliki peluang yang sama untuk merasakan proses tersebut, yang berbeda hanyalah masa pemberhentiannya.
Untuk yang satu ini memang benar Tuhan lah yang berkuasa penuh. Jika tidak, tentu tidak ada sebutan tua, muda, karena pilihan terbesar akan jatuh pada pilihan pertama, pilihan yang mengkondisikan kita untuk tidak merasakan dan mengerti peliknya sebuah persoalan.
Lalu mengapa Tuhan menciptakan umur dan persoalan berjalan beriringan?
Misterius,

Karena itulah Tuhan menciptakan satu makna diatas umur dan persoalan yang berjalan beriringan,
Satu makna,,.
TERIMAKASIH........

Diatas umur dan persoalan, selalu ada TERIMAKASIH sebagai pelindungnya.

Jumat, 27 November 2009

M.A.T.I…

Pernahkah kamu berpikir tentang kematian?
Membayangkan kamu terbaring, terbujur kaku, dan tidak bernafas?
Membayangkan kamu sedang dihiasi oleh kerabatmu, untuk terakhir kalinya?
Membayangkan kamu sedang ditangisi oleh kerabatmu, dan kamu diam tidak berkutik?
Membayangkan kamu hanya akan melihat hitam, dan tidak lagi melihat semuanya?
Membayangkan kamu akan dibaringkan disebuah kotak, yang akan segera ditutup agar bau busukmu tidak mengganggu orang lain?

Pernahkah kamu berpikir saat kamu mati, ada orang lain yang justru tertawa terbahak-bahak melihat kamu terbujur kaku?
Membayangkan dia yang tertawa dan lega karena tidak akan ada kamu lagi?
Membayangkan sejumlah orang ber toast ria merayakan kematianmu?


Aku baru saja berpikir tentang “setelah mati” beberapa menit yang lalu,
Karena selama beberapa tahun yang lalu, aku hanya berpikir bagaimana caranya mati, dan tidak pernah terlintas apa yang sedang terjadi saat dan setelah aku mati..
Sungguh ironis,

Bagaimana dengan kamu?
Pernahkah?

LAKI-LAKI, PEREMPUAN, DAN PERASAAN.

Mereka bilang, perempuan adalah makhluk indah yang menggunakan perasaan nya untuk setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini.
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk rapuh karena perasaan yang berbicara.
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk egois karena perasaan yang bertindak.
Mereka bilang, perempuan adalah bla bla bla dan lain sebagainya.

Perempuan dan perasaan, selalu terkait erat seolah tidak bisa dipisahkan, atau mungkin memang tidak bisa dipisahkan?
Perempuan dan perasaan, menjadi satu identitas seolah tidak ada identitas lain, atau memang tidak ada identitas lain bagi perempuan?
Perempuan dan perasaan, akan berujung pada tangis, entah itu bahagia atau sedih, atau memang tidak ada ujung yang lain selain tangis?
Perempuan dan perasaan, kemanapun perginya selalu berjalan beriringan.

Apa memang hanya perempuan yang tidak bisa lepas dari perasaan?
Kalau begitu, laki-laki tidak punya perasaan kah?
Artinya laki-laki adalah Zombie?

Perasaan, selalu dikaitkan dengan perempuan seolah laki-laki tidak berhak dan tidak ikut serta didalamnya.
Mereka bilang, setiap orang punya perasaan, hanya perempuan lebih banyak dan lebih sering menggunakannya daripada laki-laki.
Kenapa semua orang memusingkan seberapa banyak yang terpakai dan terbuang?
Bukankah intinya apapun itu pasti terpakai tidak peduli kuantitas pemakaiannya?
Artinya, laki-laki dan perempuan adalah sama.
Laki-laki dan perempuan berjalan bersama menggunakan perasaannya, tidak peduli siapa yang menggunakan seberapa banyak dan sering,
Laki-laki dan perempuan selalu pernah berada pada situasi yang indah, rapuh, dan egois karena menggunakan perasaannya.

Kalau begitu, jika ada isak tangis, kerapuhan, atau keegoisan, mengapa mereka selalu bilang:
“dasar perempuan..”..

Hei, kemana laki-laki nya? Bukankah kita sepakat setiap jenis kelamin memiliki perasaan?

Minggu, 27 September 2009

that i would be good (alanis morisette)

that I would be good even if I did nothing
that I would be good even if I got the thumbs down
that I would be good if I got and stayed sick
that I would be good even if I gained ten pounds

that I would be fine even if I went bankrupt
that I would be good if I lost my hair and my youth
that I would be great if I was no longer queen
that I would be grand if I was not all knowing

that I would be loved even when I numb myself
that I would be good even when I am overwhelmed
that I would be loved even when I was fuming
that I would be good even if I was clingy

that I would be good even if I lost sanity
that I would be good
whether with or without you

-alanis morisette-

good meaning, deep meaning,...
mencoba mengerti arti lirik ini,
mencoba berpikir siapa yang akan bilang saya tetaplah oke sekalipun semua orang memberi saya jempol mengarah ke bawah.. (seperti salah satu kalimat lagu itu)
mencoba berharap semua orang tidak melihat kekurangan sesamanya...
tapi bukankah itu sulit..
karena sulit maka muncullah lirik ini..
ya, mungkin saja begitu,..
mungkin juga tidak begitu...

Minggu, 06 September 2009

BIARKAN TANPA JUDUL

Gadis itu merasa tidak nyaman, tidak nyaman dengan orang-orang terdekatnya. Ia mencoba memendam dan berharap tidak ada satupun yang tahu. Ia mencoba tersenyum dengan sumber ketidaknyamanannya. Tapi ternyata hal tersebut adalah hal yang sangat sulit ia lakukan. Ia tetap merasa tidak nyaman. Dengan siapa ia merasa tidak nyaman?
Baiklah, ia harus mengatakan kepada seseorang bahwa ia merasa tidak nyaman. Lalu ia pun memberanikan diri untuk mengatakannya. Tidak, tidak, orang tersebut bukanlah orang yang membuat dirinya tak nyaman. Mari kita sepakati bahwa seseorang itu adalah orang yang saat ini sedang mengisi hatinya yang sempat beku dan nyaris patah. Lalu gadis itu mengatakannya. Semuanya. Adakah yang tersembunyi? Adakah yang belum tersampaikan? Saat itu? Rasanya tidak. “rasanya”? Baiklah, anggaplah tidak ada keragu-raguan itu. Tidak. Tidak ada yang tersembunyi, tidak ada yang tertinggal untuk disampaikan, pada saat itu. Kemudian ia menceritakan rasa tidak nyamannya terhadap orang itu. Lalu? Dengan siapa ia merasa tidak nyaman?
Lalu, lega. Ya, itulah rasanya saat ia mengatakan pada orang yang sedang mengisi hatinya itu. Lega. Lalu ia mencoba tersenyum. Hadapi hari dengan mencoba percaya bahwa segalanya baik-baik saja. Satu hari terlewati, dua hari terlewati, tiga hari terlewati, hari-hari mulai terlewati. Lalu perasaan tidak nyaman itu muncul lagi. Dan gadis itu pun merasa terganggu. Sangat terganggu. Gadis itu merasa bodoh karena merasa tidak nyaman. Ketidaknyamanan itu mengganggu emosinya. Emosi yang selama ini ia tata dengan baik agar tidak menghancurkan dan mengganggu orang lain. Gadis itu mulai kehilangan kendali emosinya. Ia ingin marah, ingin teriak, dan ingin menghancurkan seseorang. Seseorang yang membuat ia tidak nyaman, sumber ketidaknyamanan itu. Dengan siapa ia merasa tidak nyaman?
Gadis itu mulai kehilangan kendali emosinya. Disaat tertentu gadis itu riang gembira, disaat yang lain gadis itu ingin marah, marah yang benar-benar marah. Lalu gadis itu mulai mengumpulkan tenaganya untuk menata kembali emosinya. Emosi itu harus ditata kembali. Emosi itu harus dirapikan, agar tidak mengganggu siapapun, agar tidak mengganggu orang yang sedang mengisi hatinya. Sulitkah? Ternyata sulit, gadis itu butuh ruang khusus untuk menangis sejadi-jadinya dan marah pada tembok, agar ia tidak merugikan siapapun yang bertemu dengan dirinya. Tapi saat gadis itu keluar dari ruangan khusus tersebut, ia harus kembali menggunakan topengnya. Topeng keceriaan. Untuk apa? Untuk membantu dirinya sendiri agar tidak merugikan orang lain. Ya, ia masih bisa memikirkan orang lain, dan karena itu ia bersyukur, karena jika ia mengutamakan ego nya, maka semuanya akan hancur. Biar tembok-tembok ruangan itu saja yang hancur asal jangan orang lain. Dengan siapa ia merasa tidak nyaman?
Gadis itu mulai bertanya-tanya, mengapa begini? Mengapa harus terjadi seperti ini? Gadis ini terusik. Ya, terusik. Dia adalah seorang gadis yang selalu menggunakan logikanya. Ya, logika. Logika itulah yang menolongnya dari segala bentuk perasaan yang memungkinkan ia menjadi seorang yang lemah, atau itulah anggapannya selama ini. Melow, kata orang, adalah sesuatu yang wajar. Tapi tidak untuk gadis ini. Ia mencoba sebisa mungkin untuk tidak membiarkan perasaan melow yang kata orang wajar, datang merusak suasana hatinya. Berhasilkah? Satu saat ia berteriak, “berhasil!”. Tapi disaat lain ia menangis dan meratap, “belum, belum, belum berhasil...”. Kacau. Ya, kacau. Emosi nya kacau balau. Bagaimana mungkin? Gadis itu adalah seorang gadis yang paling pintar mengendalikan emosinya, setidaknya untuk orang-orang terdekatnya. Tapi sekarang kacau. Ada sesuatu yang ingin ia muntahkan dari dalam hatinya. Ia ingin memuntahkan sesuatu yang mengganjal itu pada orang yang telah membuat dirinya merasa tidak nyaman. Ingin dimuntahkan semuanya tanpa sisa, tidak peduli orang itu menderita atau tidak. Baiklah, gadis itu memang sudah kehilangan kendali emosi nya. Tapi pikirnya ia masih punya sedikit kekuatan untuk tidak memenangkan keegoisan hatinya. Ya, ia punya kekuatan itu. Jika kekuatan itu hilang bahkan redup, maka segalanya akan hancur. Bahkan gadis itu pun tidak berani membayangkannya. Dengan siapa ia merasa tidak nyaman?
Dengan siapa? Bukan, bukan dengan orang yang kini sedang mengisi hatinya yang sempat beku itu. Lalu dengan siapa? Bagaimana gadis itu menjawab? Kalau ia menjawab pertanyaan ini, ia akan merasa bodoh sekalipun orang-orang mengatakan itu wajar. Dengan siapa? Gadis itu memilih untuk tidak menjawab. Ia pendam sendiri, biar sebagian orang saja yang tahu dengan siapa ia merasa tidak nyaman. Hanya saja, kepada siapa ia harus berteriak dan menangis? Pada orang yang sedang mengisi hatinya? Ia pikir tidak. Tidak, tidak, lebih baik tidak. Gadis itu berpikir keras untuk masalahnya ini. Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti teriak, dan berhenti menangis. Berhenti memikirkan masalah itu. Karena itu tidak penting.
Tapi, masalah datang tanpa permisi. Keputusan mutlak itu tergoyahkan. Kacau. Lagi-lagi gadis itu merasa kacau. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk sendiri. Ya, sendiri dulu, diruangan khususnya, diam disitu, menatap tembok dan berbicara pada dirinya sendiri dan pada Tuhan.
“tidak ada yang bisa kulakukan untuk emosiku saat-saat ini. Yang harus aku lakukan adalah menangis sejadi-jadinya, lalu mengusap air mata itu dengan tissue, membilas wajah, mengambil es batu untuk mengompres mataku agar tidak bengkak, tidur sejenak, dan kemudian aku akan keluar untuk menggunakan topengku. Munafikkah aku? Terserahlah, tapi topengku bukan untuk membuat diriku menjadi gadis munafik, topengku adalah untuk menyelamatkan suasana hati orang lain dan suasana hatiku sendiri. Bocorkah topeng itu? Kuharap tidak. Tapi, itu bukanlah topeng yang sempurna. Kalau pun bocor, maka biarlah. Tetaplah diam bagi siapapun yang mengetahui kebocoran topeng itu. Karena aku tidak punya kekuatan lagi untuk menembel topeng itu dan membuatnya sangat sempurna dihadapan kalian. Kekuatanku saat ini hanyalah untuk mengurung egoisme yang sedang memberontak keluar untuk mengganggu orang lain. Jadi, biarkan aku menggunakan sisa kekuatanku untuk mengurungnya. Biarkan...”
Gadis itu bicara dengan dirinya sendiri, dan dengan Tuhan. Tuhan? Masih adakah Tuhan? Gadis itu dengan mantap menjawab pertanyaan yang satu ini, “ masih ada! Kalau Dia tidak ada, maka sekarang aku bukanlah manusia. Kalau Dia tidak ada, aku hanyalah sebuah kehancuran bagi diriku sendiri dan orang lain. Jadi, Dia masih ada. Dan aku bersyukur karenaNya”.
Sudah selesaikah ceritanya? Tentu saja belum. Gadis itu tidak mampu lagi untuk bercerita. Ia tidak berani janji apakah kelanjutannya akan happy ending atau sad ending. Lalu bagaimana kelanjutannya? Jangan tanya bagaimana pada gadis itu, karena gadis itu sendiri tidak tahu bagaimana kelanjutannya. Jika kau tanya bagaimana keadaan gadis itu sekarang? Gadis itu masih kacau, tapi ia baik-baik saja. Aneh bukan? Ada kebaikan ditengah kekacauan. Setidaknya gadis itu masih berharap ia baik-baik saja dan ia meng-iman-i nya. Iman itu pasti akan menyelamatkan hidupnya. Pasti. Ia baik-baik saja........

Sabtu, 20 Juni 2009

AKU

Aku,
Hanya seorang anak yang tidak pernah diperhatikan
Aku,
Dianggap sebagai aib dimanapun aku berada
Aku,
Tidak diterima didunia luar,karena aku dianggap sebagai hama mematikan yang pantasnya diinjak dan dibuang
Aku,
Dianggap tidak mampu berpikir dan diremehkan orang-orang disekitarku
Aku,
Tidak memiliki tubuh sempurna, dan karena fisikku, orang-orang melihat “takjub” padaku
Tapi
Aku akan tetap tersenyum
Meskipun orang-orang menganggap senyumku sebagai seringai mengerikan
Aku akan tetap berjuang
Meskipun orang tidak menaruh harap padaku
Aku akan tetap belajar
Meskipun mungkin tidak ada yang membutuhkan kepintaranku
Aku akan tetap berjalan
Meskipun harus dibantu dengan alat

Aku bukan seorang anak yang akan menyerah begitu saja
Aku akan hadapi dunia dengan senyum terbaikku
Aku akan menikmati hidupku yang seperti ini
Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat dunia

Aku tidak dilahirkan begitu saja tanpa sebuah rencana indah
Aku tidak pernah sendiri
Karena malaikat berjalan bersamaku
Aku tidak pernah tertatih-tatih
Karena Bapa menggandeng tanganku sangat erat
Aku tidak akan melewatkan rencana indah apa yang akan terjadi dalam hidupku
Karena itu aku akan berjuang sampai waktuku didunia sudah habis

Aku akan tetap tersenyum
Aku akan tetap tersenyum


De_imoete

BERIKAN JUDUL APA SAJA SEMAUMU

Cinderella, kisah dongeng seorang gadis miskin yang disia-siakan oleh ibu dan saudara-saudara tirinya. Hidupnya menderita sampai ia bertemu dengan pangeran berkuda putih. Secara singkat, mereka bertemu dan hidup bahagia untuk selama-lamanya.

Banyak orang yang menginginkan hidupnya berakhir bahagia layaknya sang cinderella. Bertemu dengan ibu peri, mengubah penampilan diri menjadi sangat fabulous hanya dengan lambaian tongkat ajaib. Kemudian bertemu dengan pangeran yang langsung jatuh hati pada pandangan pertama, kemudian, bersama-sama melawan ibu tiri dan saudara-saudara tirinya, dan akhirnya hidup bahagia, selamanya. Tapi apakah hidup segampang itu?dimana kita bisa menemukan tongkat ajaib yang hanya dengan sekali lambaian bisa mengubah hidup kita selamanya? Terkadang, orang tidak menyadari bahwa separuh hidupnya hanya dipenuhi dengan pemikiran yang, bisa dikatakan, naif. Bolehkah kita bersikap naif? berpikir naif? Apakah semua peristiwa yang terjadi dalam hidup kita terjadi sesuai dengan pikiran naif kita? Hidup bukan sesuatu yang rumit. Seharusnya hidup bukan sesuatu yang sangat rumit. Hanya saja, kenapa dalam realitanya, menjalani hidup sangatlah sulit dan rumit?
Sadarkah manusia bahwa manusia itu sendirilah yang membuat hidup begitu rumit?Seberapa banyak yang sadar tentang hal ini? manusia membuat segalanya menjadi lebih rumit ketimbang yang seharusnya. Seandainya saja semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita terjadi sesuai dengan yang kita inginkan, pasti hidup akan menjadi sangat menyenangkan dan kita tidak perlu bersusah payah dengan keadaan sekitar kita. Tapi tunggu dulu, apakah semua yang kita inginkan memang yang terbaik untuk diri kita?siapa yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk diri kita sendiri?benarkah memang hanya diri ini yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya sendiri? Lalu kalau kita hanya berkutat dengan diri sendiri, bagaimana dengan orang lain? Apakah kita hanya hidup secara individual didunia yang sangat luas ini?tepatnya, apakah kita mampu hanya menjalani hidup yang hanya berkutat dengan diri sendiri? Bisakah kita hanya memikirkan diri sendiri dan tidak perlu memikirkan orang lain? Seandainya saja kita memang bisa hidup sendiri dan tidak perlu bersanding bersama orang lain, tidak perlu berkomunikasi dengan manusia lain. Yah, Kita tidak hidup dalam dunia “seandainya”. Dunia “seandainya” hanya menawarkan sesuatu yang tidak dapat dicapai. Tapi dalam realita ini, bukankah tidak sedikit orang yang hidup dalam dunia “seandainya”? Kalau saja kita bisa memerintahkan setiap orang yang kita temui untuk memahami bahwa hidup seharusnya tidak rumit, dan jangan membuat hidup menjadi rumit, kalau saja kita bisa memerintahkan setiap orang yang berpapasan dengan kita untuk tidak memikirkan diri sendiri dan mulai pikirkan orang lain, kalau saja kita bisa memerintahkan kepada setiap manusia melankolis untuk keluar dari dunia cinderella dan hadapi dunia nyata, kalau saja kita bisa meneriakkan pada setiap makhluk yang ada dibelahan dunia ini untuk mengubah cara berpikir bahwa tidak semua yang kita pikirkan dan kita inginkan adalah yang terbaik untuk diri sendiri, kalau saja kita bisa mengatakan pada dunia bahwa mulailah berpikir simple dan jangan memperumit keadaan.
Tapi, dunia ini bukan dunia “kalau saja”,
Apalah bedanya “kalau saja” dan “seandainya”?
Lagipula, bukankah setiap keputusan ada ditangan kita sendiri?dan bukankah setiap manusia yang merasakan kehidupan memiliki jawabannya masing-masing atas setiap pertanyaan tersebut........

ABNORMAL

Kenapa Tuhan membentuk manusia yang tidak sempurna secara fisik? Kenapa Tuhan menciptakan orang cacat didunia ini?

Saat melihat orang abnormal, atau lebih sering kita kenal dengan kata “cacat”, baik itu cacat fisik, maupun cacat mental, apa yang paling pertama terpikirkan oleh kita? Pikiran itu bisa bermacam-macam. Tapi pikiran yang pada umumnya terpikirkan oleh kita saat melihat orang abnormal tersebut adalah “kasihan”. Tentu saja kata “kasihan” ini bisa berarti banyak tergantung interpretasi diri masing-masing. Tapi, pertanyaan yang menggelitik adalah, seberapa banyak orang yang berpikir bahwa orang cacat atau yang sering kita beri label “abnormal” tersebut mampu melakukan banyak hal yang lebih hebat daripada yang mampu dilakukan orang normal sendiri? Berapa banyak orang berpikir bahwa orang abnormal tersebut memiliki rasa tanggung jawab luar biasa tinggi melebihi orang normal sekalipun? Berapa banyak orang normal berpikir bahwa si abnormal yang sering kita pandang sebelah mata, memiliki pertahanan dan keberanian yang jauh lebih besar dari orang normal ini? Karena pada kenyataannya, mereka yang berlabel abnormal ini memang memiliki kehebatan tersendiri yang tidak dimiliki orang normal seperti kita ini. Karena pada kenyataannya, mereka yang ber”title” abnormal ini memiliki tanggung jawab yang jauh lebih baik daripada kita yang normal ini. Karena pada kenyataannya,si abnormal ini, memiliki keberanian dan pertahanan yang tinggi terhadap dirinya sendiri daripada kita yang normal ini.

Seringkali kita berpikir, bahwa para abnormal ini akan belajar banyak dari kita yang melabelkan dirinya sendiri normal, Tetapi tanpa kita sadari, sebenarnya, kitalah yang belajar banyak dari mereka. Mereka lah contoh yang sesungguhnya saat kita mencari letak keberanian. Merekalah yang harus kita lihat saat kita sedang membentuk pertahanan diri. Mereka, tidak seperti yang lainnya. Ya, mereka memang abnormal, mereka melebihi batas normal yang distandarkan oleh manusia yang mengatakan dirinya normal, tapi, mereka jauh lebih baik, jauh lebih indah, jauh lebih manis, dan jauh lebih hebat, daripada kita yang normal ini.

Kenapa Tuhan menciptakan orang cacat didunia ini? Karena Tuhan tau, mereka jauh lebih berguna daripada orang yang memiliki kesempurnaan fisik, karena Tuhan akan membuat mata orang-orang yang mencari arti keberanian, pertahanan diri, dan perjuangan tanpa lelah, mengarah pada mereka, mereka yang diberi label “abnormal” oleh sesamanya, yaitu manusia.

Kamis, 09 April 2009

PERBEDAAN SELALU MENYAKITKAN?

Kenapa harus ada perbedaan di dunia ini? Orang bilang perbedaan ada untuk memberikan warna pada dunia ini. Tapi, apa yang terjadi jika warna yang dihasilkan dari perbedaan tersebut adalah warna-warna kelam? Apakah setiap orang masih menginginkan perbedaan tersebut? Yang banyak terjadi justru perbedaan-perbedaan yang ada menyebabkan satu sama lain merasa “sakit”. Bagaimana jika perbedaan-perbedaan yang ada hanya akan menimbulkan peraturan-peraturan yang konyol dan menjijikkan? Bagaimana jika perbedaan-perbedaan yang tercipta hanya akan menimbulkan ketidakpercayaan antara satu dengan yang lainnya? Apalagi ketidakpercayaan tersebut ditujukan untuk diri kita sendiri oleh orang-orang disekitar kita yang benar-benar qita sayangi? Bagaimana jika perbedaan-perbedaan yang ada hanya akan membentuk kesombongan-kesombongan yang membuat kita merasa diremehkan, dihina, dan merasa tersakiti, apalagi kesombongan tersebut datangnya dari orang-orang terdekat kita yang benar-benar kita sayangi? Bagaimana jika perbedaan-perbedaan yang ada hanya akan menimbulkan peperangan satu sama lain, yang satu membunuh yang lain, dan yang lain akan membalas dengan lebih sadis terhadap yang satu? Apakah perbedaan-perbedaan tersebut masih akan memberikan warna yang cerah? Warna-warna pelangi yang indah, dimana setiap makhluk selalu menanti-nantikan datangnya warna tersebut?
Rasanya, kalau perbedaan-perbedaan tersebut memberikan efek-efek yang tidak menyenangkan seperti ini, lebih baik tidak ada perbedaan, lebih baik dunia tidak berwarna, lebih baik buta warna, toh tidak ada bedanya warna-warna pelangi ataupun warna-warna hitam-putih yang dihasilkan dari perbedaan tersebut, karena pada kenyataannya, perbedaan ada untuk menciptakan rasa sakit, tidak percaya, ragu-ragu, kesombongan, penghinaan, rendah diri, tindakan kriminal, hasrat ingin mendapatkan kekuasaan, nafsu sesat, dan, apasaja yang bentuknya “hitam dan kelam” didunia ini.

Kamis, 02 April 2009

AKU DAN DIA

Ada sebuah batu yang sangat besar, yang sangat berat, berada didepanku. Batu itu menutupi arah jalanku selanjutnya. Batu itu tidak dapat dipindahkan seorang diri dan membutuhkan kekuatan yang sangat besar untuk memindahkannya. Tiba-tiba datanglah Seseorang, Ia menawarkan dirinya untuk membantuku memindahkan batu tersebut. Saat aku dan Dia mulai menggesernya bersama-sama, batu itu terasa sangat berat sehingga aku pikir aku tidak akan mampu memindahkannya sekalipun Ia membantuku. Lalu kulepas batu itu karena aku merasa kesal, menyerah, dan berpikir bahwa semuanya itu sia-sia. Aku pikir, “biarkan saja batu itu menimpaku!Biarkan batu itu menindasku sehingga aku tidak dapat melanjutkan perjalananku!”. Kutunggu batu itu menimpaku. Tapi mengapa batu itu tidak menggelinding kearahku? Mengapa aku masih dapat berdiri lama sementara sudah kulepas batu itu. Ternyata Seseorang yang datang menolongku itu sedang menyangga batu itu. Ia tidak ingin batu itu menimpaku. “Rasanya konyol sekali kalau kau mati dan tidak dapat meneruskan tujuan perjalananmu hanya gara-gara sebuah batu ini”. Ia berkata seperti itu padaku. Lalu kupikir ‘sebuah batu?’ Lalu kukatakan padanya “sebuah batu? Kau mengatakan batu besar dan super berat itu hanyalah sebuah batu?? Kita bahkan tidak dapat memindahkannya seinci pun!Kau dan aku, tidak dapat memindahkan batu itu!”. Lalu tiba-tiba Ia mengatakan sesuatu padaku yang membuatku tercengang, “kau bukan tidak dapat memindahkan batu itu, kau hanya belum memindahkan batu itu. Kau belum berusaha sepenuhnya. Kau melepaskan batu itu begitu saja. Belum saja kau berusaha, kau sudah menyerah.” Lalu aku pun menjawabnya, “Kau lihat sendiri bahwa aku sudah berusaha mendorongnya! Namun batu itu tidak bergerak sama sekali!”
“Aku melihatnya, tapi tahukah kau bahwa sebenarnya batu itu sudah bergerak sedikit demi sedikit, namun kau tidak menyadarinya karena kau terlalu banyak mengomel. Saat batu itu sedang bergeser, tiba-tiba kau melepasnya.”
“aku pikir batu itu tidak bergerak sama sekali. Aku tidak akan mampu menggeser batu besar itu!”
“Kau memang tidak mampu kalau kau sendiri, tapi kau akan mampu jika kau berusaha bersamaKu. Aku disini untuk membantumu, untuk memindahkan batu besar ini bersama-sama. Lihat, nyatanya batu itu bergeser kan? Ayolah, kita pindahkan batu ini bersama-sama. Kita mulai dari awal lagi. Aku tidak akan melepaskan tanganku dari batu ini sebelum batu ini bergeser dan memberi celah padamu supaya kau bisa meneruskan perjalananmu. Ayo, mari kita berusaha bersama. Lihat, ini hanyalah sebuah batu kalau kita singkirkan bersama-sama.”
Lalu akupun berkata, “kenapa tidak Kau geser saja batu itu sendiri? Aku melihat Kau begitu kuat, tidak sepertiku. Dan Kau cukup kuat untuk menggeser batu itu sendiri. Kalau Kau menggeserkannya untukku, maka aku akan bisa meneruskan perjalananku.”
Dan Iapun menjawabnya, “ kau tadi mengatakan bahwa Aku terlihat begitu kuat. Aku memang mampu menggeser batu ini sendiri untukmu. Tapi tahukah kau, Aku tidak ingin melakukannya. Jika Aku melakukan hal tersebut, Aku hanya akan membuat dirimu semakin lemah. Aku ingin kau kuat. Aku ingin kau melatih dirimu agar kau menjadi kuat. Lihatlah, batu ini dapat menjadi alat untuk membuatmu menjadi kuat. Jika kau kuat, kau akan mampu mengadapi perjalananmu selanjutnya. Kulihat batu-batu yang ada didepan sana jauh lebih besar daripada batu ini. Karena itulah, latihlah dirimu agar menjadi kuat melalui batu ini. Aku akan membantumu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Kita hanya perlu menggeser batu ini bersama-sama.”
Lalu Ia tersenyum. Aku tidak dapat mengatakan apapun lagi padaNya. Semua perkataannya masuk akal. Lalu aku pun mulai menggeser batu itu bersama-sama denganNya. Dan Ia memang benar. Aku menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dan batu-batu yang kuhadapi semakin besar saja. Aku belum sampai pada tujuanku. Tapi tahukah kau, Dia yang membantuku itu benar-benar menepati perkataanNya. Dia tidak pernah meninggalkanku. Saat belum ada batu yang menutup jalanku, Dia tetap ada bersama-sama dengan aku, kami bercanda dan bercengkrama bersama. Saat tiba-tiba ada batu dihadapanku, dengan sambil tersenyum Ia berkata, “hei, ada batu lagi, ayo kita geser ini bersama-sama, batu ini lebih besar, tapi, bukankah kau sudah berlatih dengan batu-batu sebelumnya...”
Begitulah perjalananku, belum sampai pada titik akhir, tapi Dia tidak pernah meninggalkan aku.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...