Saya jadi teringat sebuah kisah kecil hampir 2 tahun yang lalu. Kisah kecil yang berawal dimana ketika keluarga kecil kami mendapatkan tragedi itu. Bukan sesuatu yang sangat penting untuk semua manusia. Tapi sangat penting untuk saya pribadi.
Sebenarnya saya terlalu malas untuk mengingat masa-masa tersuram dalam hidup saya. Tapi hari ini tiba-tiba saja didepan wajah saya, seperti ada yang menyodorkan gambar-gambar kecil. Dan tiba-tiba teringat kenangan itu.
Hari itu adalah hari dimana kakak saya ditemukan tergeletak bersama suaminya di rumah baru mereka dan tidak pernah terbangun lagi sampai seterusnya. Hari dimana kegemparan terjadi dan mengubah hampir seluruh skenario masa depan yang sudah saya rencanakan.
Ada sebuah kisah dramatis kecil yang mungkin terlewatkan oleh beberapa orang karena begitu sibuk mengurus ini itu, pada saat itu.
Ketika kami mendapat kabar yang membuat jantung berdisko itu, Dari kami bertiga, papa lah yang paling pertama menuju rumah kakak saya. Waktu itu mama sedang di Surabaya, sedang saya sendiri berada di Jogja sehingga saat itu secara geografis papa lah yang terdekat dengan kakak saya.
Singkat cerita, ketika itu papa datang melihat kakak saya yang sudah tidak bernafas lagi.
Lalu dia menciumi kakak saya sambil menangis. Papa? Oh ya ampun. Saya tidak pernah melihat papa menangis. Papa juga tidak sering menunjukkan kasih sayangnya dalam bentuk sentuhan, terlebih pada kakak saya. Sebenarnya waktu itu saya juga tidak melihatnya secara langsung. Hanya mendengar cerita. Sungguh miris. Kakak saya dipeluknya, dan dengan kondisi mengerikan itu, diciumi wajah kakak saya. Membayangkan saja, sudah membuat saya menangis hebat. Sebenarnya saya bersyukur tidak melihat adegan itu, karena saya pasti akan pingsan.
Mereka sibuk mengurus ini itu,
cerita kecil ini terlewat begitu saja. Tapi hati papa, siapa yang tahu? Dia menyimpan kondisi terburuk anaknya didalam hatinya sendiri. Menyimpan kenangannya untuk dirinya sendiri.Tidak membaginya bersama mama dan saya karena tidak ingin membuat kami lebih terpuruk. Lalu setelahnya, Ia berusaha bertahan dengan kenangan terpahitnya. Sampai pada hembusan nafasnya yang terakhir. Pada akhirnya, belajar melepas pengampunan pada mereka yang menorehkan tinta merah pada keluarga kami.
Ah, tidak bermaksud mengungkit luka sendiri dan meminta belas kasih orang lain.
Tapi hanya ingin menunjukkan betapa mereka yang disebut orangtua, pantas mendapatkan hormat dari anaknya.
Papa dan mama bukan sosok ayah dan ibu sempurna. Bukan pemberi kebahagiaan setiap menit. Bukan tidak menuntut apapun dari anak-anaknya.
Bukan tidak pernah salah. Bahkan mungkin jika dikalkulasi, kesalahannya sudah tidak dapat dihitung karena begitu banyak. Tapi mereka tidak pernah mengingkari komitmen. Otak tidak pernah berhenti berpikir keras untuk menjadikan anak-anaknya hebat. Menawarkan kesetiaan hingga kami boleh tetap memanggilnya papa dan mama sampai pada garis
finish hidupnya.
Jika begitu, ketika mereka yang disebut orangtua, "tersandung" dan melakukan beberapa kesalahan yang menyinggung ego si anak, maka mereka tetap akan mendapat penghormatan yang tinggi dari anaknya, kan?
Siapa anak sehingga memojokkan orangtua karena mereka menyinggung ego dan tidak sejalan dengan pikiran anak? Karena mereka yang akan pertama kali menghadang lawan anaknya. Mereka juga yang akan menangis paling hebat dan menyingkirkan gengsi ketika terjadi hal buruk pada si anak.
Ya.Mereka tetap harus mendapatkan penghormatan anaknya. Salah atau tidak, adil atau tidak, karena memang sudah ditentukan begitu adanya.
Dedicated for Daddy in heaven, my super mom, and all parents.
|
images random from google |