"Kebenaran adalah berani, dan kebaikan tidak pernah takut." -William Shakespeare_Measure for measure-

Kamis, 10 Maret 2011

CEMBURU


“saya tidak akan bersikap bodoh seperti cemburu pada pasangan saya kelak. Saya akan mempercayainya sepenuh hati karena pasangan yang akan saya pilih pun akan melakukan hal yang sama kepada saya.”

Itu pasti dulu. Jauh sebelum kau memiliki pasangan dan belum mengerti bagaimana rasanya menyayangi seseorang dengan tulus. Pikiran itu menjadi prinsip dan “bekal” yang kau bawa, kalau-kalau kau  memiliki pasangan, kelak.

Ya, seperti berpikir “kalau saya terjebak dalam pilihan sahabat atau pacar, saya akan tetap memilih sahabat daripada pacar bagaimanapun kondisinya.

 Lalu ketika mengalaminya, ketika berada pada kondisi tersebut, semua pernyataan mulia itu menguap seperti tidak pernah terlontar sebelumnya. 

Ya, menguap begitu saja.

Cemburu datang tanpa sopan santun yang diajarkan oleh orangtua kepada anaknya.

ketuk pintu jika akan masuk keruangan yang bukan ruanganmu.

Coba saja kau suruh si “cemburu” mengetuk pintu hatimu terlebih dulu sebelum dia memasuki hatimu. kalau
semua bisa diatur seperti mengatur tutur kata anak kepada orangtuanya, tentu saja pernyataan mulia itu tidak akan menguap begitu saja.

Merasakannya? Cemburu?
Semacam perasaan tidak rela. kemudian kau meyakinkan dirimu sendiri bahwa ini adalah pikiran bodoh. Tidak, tidak. Pasanganmu tidak melakukan apapun. Tidak selingkuh, melirik pun tidak. Karena itu kau mengatakannya sebagai pikiran bodoh.
Bukan cemburu dengan dosis berlebihan.
Ya, kau tidak melakukan tindakan ekstrim seperti semacam “mengerat leher pasanganku”.
Hanya sejauh pemikiran. Pemikiran tidak rela. Tidak rela pasanganmu berada dekat dengan orang yang tidak kausuka. Tidak rela pasanganmu berada dekat dengan orang bodoh yang dengan senang hati menunjukkan bahwa dirinya tidak berkualitas. Hanya itu.

perempuan memang lebih suka menggunakan perasaan daripada logika”.

Tidak, jangan menyangkal. Karena aku tidak akan menyangkalnya.

Seandainya kami, para perempuan yang sering disebut perasa ini, mampu mengendalikannya, akulah orang pertama yang akan merayakan kemampuan ini. 

Tapi aku sedang tidak ingin berandai-andai.

Silahkan sebut aku bodoh.
Dan aku tidak akan meneriakimu bodoh jika kau mendapat giliran untuk merasakannya.

“itu wajar. Itu tanda sayang”

Oh terimakasih. Akhirnya ada yang membela!

.... tapi tidak wajar jika dosis yang kau tuang berlebihan. Kenali kendali dirimu. Lakukan sesuai porsi. Melangkah tanpa bunyi berisik. Rasakan secara bijak. Maka tidak akan melebihi batas kewajaran.

Begitu?

Lalu bagaimana jika aku dan segudang perempuan lain di belahan dunia ini tidak mampu mengenal batas kendali diri?

“ingat kembali rasa percaya yang telah disepakati untuk ditanam pada hubunganmu. Bukankah kalian, perempuan, hebat dalam hal merasa? Jadi, ini bukan hal yang sulit.” 

Kalau begitu, ini hanya masalah manage. Pengaturan rasa. Ya, mengatur mana yang harus lebih tinggi dan mana yang harus lebih rendah. Dalam hal ini, aku memilih meninggikan rasa percayaku dan merendahkan rasa cemburuku. Memang tidak hilang sama sekali. Aku kan manusia. Mana mungkin menghilangkan perasaan tidak rela,terlebih pada kesayanganku. 

Cemburu, tidak bodoh.

“mengerat leher pasangan”, barulah bodoh.

Tidak percaya? Tentu saja kau tidak percaya jika belum merasakannya.

Nah, setelah kau merasakannya, beritahu aku bagaimana rasanya.

Ingat, kenali kendali dirimu. Melangkah tanpa bunyi berisik. Lakukan sesuai porsi. Dan, jangan menuang dengan dosis berlebih. 
Jika begitu, maka cemburu bukan hal bodoh.

hei laki-laki, ini berlaku juga untukmu, kaum yang katanya lebih sering menggunakan logika. Kau masih punya perasaan kan?

Jangan katakan tidak. Sekalipun kau membanggakan logikamu yang terkenal itu, kau masih perasa, karena kau manusia. 

-end-

1 komentar:

Ima mengatakan...

Sukak...
Tak link ya Fer...
:-)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...