"Kebenaran adalah berani, dan kebaikan tidak pernah takut." -William Shakespeare_Measure for measure-

Sabtu, 13 Maret 2010

CERITA INI….

“hahahahaha….”
Dia tertawa, tertawa bersama-sama teman-temannya,
Sesekali ia terbahak-bahak bersama gerombolannya,
Ia melucu di depan para sahabatnya, keluarganya, dan kekasihnya.
Tapi siapa sangka ia menangis tersedu-sedu setiap malam,
Mungkin saja ia dianggap orang gila jika ada yang mendengarnya,
Atau mungkin ia memang sudah gila?



Inilah kisahnya, yang kelak akan menambah koleksi kisah-kisahnya yang lain, semoga…..
Ia terbangun pagi itu dan mengumpulkan semangatnya untuk melakukan segudang aktivitasnya. Pagi itu berubah menjadi siang yang terik. Lalu panas disiang itu akhirnya sedikit meredup. Ia pulang ke tempat istirahatnya. Beberapa menit kemudian, ia mengangkat teleponnya. Lalu dunia serasa berputar terbalik. Ia mendapati dirinya Blank seketika. Lalu ia menangis sejadi-jadinya. Itulah kali pertama ia kehilangan kendali didepan banyak orang.
Sejak saat itu, ia merasa dirinya terbang entah kemana. “everything was changed!” pikirnya. Ia bukan lagi orang yang dulu. Dunia serasa berhenti dan ia jatuh. Jatuh dan tidak akan bisa berdiri lagi karena luka yang menganga di kedua lututnya terlalu besar. Tapi ternyata ia masih bisa berdiri. Ia berdiri tegap. Tegap di hadapan banyak orang. Ia harus menjadi kekuatan, setidaknya untuk orang-orang terdekatnya yang masih tersisa. Lalu ia memutuskan berdiri tegap dan tidak akan tersungkur lagi.
Ia kembali menata semua yang telah hancur. Menata dengan tertatih-tatih, dengan luka menganga yang besar itu. Ia kembali membuat rencana baru, karena rencana-rencana lamanya telah terkoyak habis. Ia kembali menata emosinya dengan sisa-sisa kekuatannya. Lalu ia tertata.
Benarkah tertata? Dengan rapi? Sepertinya tidak. Ia tersungkur untuk kesekian kalinya setiap ia sedang sendiri. Iya. Ia bisa dengan leluasa tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak bersama dengan orang-orang kesayangannya. Ia bisa melucu dihadapan orang-orang yang ia kenal. Tapi, toh nyatanya setiap malam ia menangis sejadi-jadinya dihadapan tembok, dan TUHAN. Kekuatan itu hilang seketika. Segala yang tertata rasanya selalu roboh setiap malam, dan ia harus mengerahkan tenaganya di keesokan harinya untuk menata kembali semua yang telah roboh dan hancur malam sebelumnya, selalu seperti itu.
Ia bosan. “ rasanya aku ingin tidur saja, lelah. Ingin tidur dan tolong jangan bangunkan aku TUHAN, jangan bangunkan aku, karena aku tidak ingin bangun.” Tapi ia tetap terbangun.
“mungkin aku harus berkonsentrasi menyembuhkan lukaku, bukan menghabiskan waktu menata semua ini, karena nantinya akan kurobohkan lagi, aku harus meyembuhkan luka ini, supaya aku menjadi lebih kuat, dan aku bisa menata lebih baik, sehingga tidak mudah roboh dan hancur”
Kalau saja itu mudah, maka dengan sekejap mata semua akan menjadi baik. Tapi itu tidak mudah. Sangat tidak mudah. Dengan matanya ia melihat keredupan orang-orang terdekatnya yang masih tersisa. Dengan matanya, ia melihat gairah hidup yang mulai tercuil sedikit demi sedikit. Dengan matanya, ia melihat topeng ketika sedang bercermin. Mungkin lukanya bukan mongering, tapi semakin bernanah.
Dulu ia berjanji bahwa tidak ada lagi complain apapun. Tapi ia mengingkari janjinya. Ia mengingkarinya. Karena ia tidak sanggup menahan sakit lukanya. Ia menyalahkan penyebab luka ini. “siapa yang membuatku terjatuh seperti ini???siapa??” ia menuntut. Tapi itu tidak membuatnya menjadi lebih baik. Ia semakin tersungkur, dan…sakit.
“jangan bodoh, bangun saja dan berlarilah” kata orang-orang disekelilingnya. Karena itu ia harus kuat. Setidaknya berperan kuat. Ia tidak boleh lagi menunjukkan luka dan kelemahannya. Tidak di depan orang-orang kesayangannya. Cukup di depan tembok-tembok itu, dan didepan TUHAN.
“aku bisa terbahak-bahak dan menahan sakit dan ketidaksanggupanku dihadapan mereka, tapi tidak dihadapanMu TUHAN, aku tidak bisa bersembunyi dihadapanMu. Tidak bisa. Kalau aku harus menangis seperti orang gila di depanMu, maka izinkanlah. Karena aku tidak punya kekuatan lagi untuk terbahak-bahak, menahan sakit dan ketidaksanggupanku di hadapanMU, tidak. Tolong, izinkanlah, sudah cukup topeng ini untuk mereka, tapi tidak untukMu,..”
Luka itu? Mungkin belum sembuh benar, semoga luka itu lekas sembuh, supaya ia mendapat kekuatannya kembali untuk melepas topengnya, dan menata semua yang telah hancur. Memperlihatkan tawa yang sesungguhya pada dunia. Tawa kemenangan, pada dunia….

“hahahahaha….”
Dia tertawa, tertawa bersama-sama teman-temannya,
Sesekali ia terbahak-bahak bersama gerombolannya,
Ia melucu di depan para sahabatnya, keluarganya, dan kekasihnya.
Tapi siapa sangka ia menangis tersedu-sedu setiap malam,
Mungkin saja ia dianggap orang gila jika ada yang mendengarnya,
Atau mungkin ia memang sudah gila?

1 komentar:

andaidiatau mengatakan...

hmmmmmm

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...