Tanggal 17 november, sekitar jam 10 malam, saya baru nonton berita tentang kenaikan bbm yang dimulai per tanggal 18 november 2014 jam 00.00 wib.
Setelah nonton berita, saya ngobrol sama mama yang lagi asik beberes di ruang makan. Terjadilah percakapan tentang bbm naik sebentar lagi. Tanpa babibu mama "menghilang" bersama mobil dan pak supir. Ternyata 15 menit kemudian, beliau berkabar lewat line, lagi antri panjang di pom bensin. Saya pikir (dan bilang ke mama) ngapain ngantri, toh besok-besok juga akan tetap harus beli dengan harga yang sudah dinaikkan kan. Saya pun sempat telpon misterlove, suruh isi bensin full sebelum bbm naik. Setelah itu saya berpikir praktis itu. Ngapain juga, besok2 juga tetap isi bensin.
Beberapa status di path pun juga berpendapat kurang lebih sama. Sampai saya pikir, banyak juga kok orang kaya di indonesia, nggak masalah sama bbm naik.
Lalu si mamah kembali ke rumah, yang ternyata tidak se-dramatis itu harus antri berjam-jam. Cukup 20 menit, beres.
Ada beberapa hal yang bisa saya petik dari ibu saya yang cetar dan tralalatrilili ini.
1. Tentang kenapa tetap mengantri. Jawaban beliau kurang lebih adalah bahwa mengantri atau tidak mengantri itu pilihan. Nggak perlu di perpanjang, selama mengantri dalam batas waktu wajar dan tidak main serobot.
2. Tentang besok-besok yang tetap akan beli bensin dengan harga naik. Ada percakapan yang cukup menarik dan bikin saya diam.
Me: ngapain sih ngantri, besok2 juga beli yang harganya udah naik kan.
Mamak: ya emang. Yo piye meneh. Sing penting ora pengangguran.
Me: ya kalo gitu ngapain capek2 ngantri?? Hadeeeh..
Mamak: nggak capek kok. Seru aja.
Me: elaah, kayak nggak bisa beli aja.
Mamak: kalo beneran nggak bisa beli lagi piye?
Me: ya jual kendaraan. Kan bisa beli kendaraan pasti bisa beli isinya.
Mamak: situ ngomongnya gampang. Soalnya nggak beli pake duit sendiri. Jangan suka ngomong sesuatu yang meremehkan. Kamu belum jadi ibu rumah tangga yang pontang panting ngurus keuangan. Sarjana kok mikirnya pendek. Kamu disekolahkan bukan buat bikin omongan serba meremehkan. Ya memang besok2 akan tetap beli yang harganya naik. Tapi kamu kan nggak ngerti tentang penghematan walaupun selama sehari aja itu penting. Lha pak presiden aja naikin bbm buat penghematan bagian lain, untuk setiap harinya. Tuhan penyedia segala hal, tapi bukan berarti kita nggak pake strategi dan bebas untuk nggak hemat. Ya beginilah kalo ngerasa sudah oke cari duit sendiri, tapi nyatanya nggak pintar urusan kelola uang.
Me: *celingak celinguk*
Jeng, karena saya belum jadi orangtua, jadi saya nggak bisa jelaskan tentang sensasi mengantri bbm dan hubungannya dengan penghematan 1 hari. Pemahaman saya hanya sebatas bahwa antri atau tidak itu memang sebuah pilihan.
Tapi rupanya, bagi ibu saya, selain pilihan, sebuah statement remeh temeh (atau bentuk dari kepasrahan) itu penting. Saya adalah orang judgemental yang sempat menuding mereka yang mengantri itu buang-buang waktu. Malah, saya pikir, khusus untuk mamak saya yang dibilang "mampu beli mobil" ini cuma kena semacam euphoria "last day for big sale!".
Tapi rupanya, jauh lebih dari sekedar seru dan euphoria sesaat. untuk beliau yang berjuang hebat dari nol dan dari masa ke masa, penghematan satu hari itu penting. Ada yang disebut dengan istilah perputaran uang. Maka 1000 rupiah pun menjadi nominal penting.
Mama saya bukan orang yang suka protes dengan kenaikan ini itu. Dari jaman dulu, ketika bbm naik, tanggapannya selalu sama: "yasudah. Mau gimana lagi. Yang penting nggak pengangguran aja. Kerja harus makin giat." Tidak ada protes hebat ke presiden.
Tapi untuk urusan yang mulai sekarang saya sebut "penghematan untuk 1 hari" itu ternyata penting. Malah, kalau untuk mama saya, terjadi penghematan beberapa hari saat mendapatkan bbm harga murah yang terakhir. Sehingga uang yang lain, bisa dialokasikan untuk hal lain yang sama pentingnya. Paling tidak, itu bisa membuat mama saya "istirahat sejenak" dari kerja keras seharian.
Terakhir tentang mental orang kaya dan orang miskin. Kalau kata mama saya:
"Mental orang miskin itu adalah mental orang yang suka minta-minta tanpa usaha. Ngarepnya gratis. Lha ya mama kan nggak minta bbm. Mama beli pake duit mama sendiri. Hasil usaha. Nggak pake anarkis dan serobot-serobot. Sedangkan Mental orang kaya itu adalah mental orang yang punya banyak duit tanpa banyak ngomong ini itu, tapi banyak action tentang memberi. Ya kalo urusan mengantri /tidak mengantri dikaitkan dengan mental orang kaya atau miskin ya gak onok urusane lah, iku jengene mental orang gengsi (itu namanya mental orang gengsi). "
Hihihi. Entahlah. Mungkin ini adalah statement dari mental orang waras, terlepas dari kaya atau miskin ya. Hahaha.
Mama saya tidak selalu benar. Selalu ada argumen dan argumen karena tidak ada manusia yang benar-benar ingin dikalahkan. Saya yang menganut paham anak muda praktis dan mental gengsi ini cuma bisa diam,merenungkan, dan ingin menuliskan, mumpung blognya jarang update. 😁
Saya orang yang suka berargumen pada mama saya. Tapi untuk sekali-kalinya, diam dan merenungkan kata-kata beliau adalah hal yang paling tepat.
Jangan meremehkan hal-hal yang bahkan tidak bisa diremehkan...
Harga bbm naik? Iya. Jangan banyak protes. Tapi yang jelas, kenaikan bbm bukan urusan remeh temeh lho. Pak presiden aja mikirnya gila-gilaan untuk keputusan besar ini. Jadi bahkan sampai urusan mengantri pun, termasuk whole package dalam sebuah keputusan besar, dan bukan arena judging dan masalah mental kaya dan miskin. Tidak perlu statement menjerumuskan dan serba penghakiman.
Lalu apakah mengantri itu penting? Saya sendiri sih sampe bbm sudah naik ini, tidak berniat mengantri. Mungkin Motor saya pun sudah merasakan minum bbm yang sudah naik harga. Tapi paling tidak, mulai sekarang saya bisa mengerem mulut dan jari untuk mengomentari mereka yang sudah mengantri.
Apakah tulisan ini mewakili semua orang yang mengantri bbm? Ah enggak juga. Nggak seheboh itu lah. Saya cuma kenal dekat 1 orang dalam seluruh antrian yang terjadi: mamak saya.
Karena bagi saya, ini bukan masalah mewakili atau tidak mewakili. Ini hanya masalah sharing untuk melihat dari sisi berbeda, yang kok pas banget dilakukan oleh mamak saya sendiri.
Mak, makasi laaa kau sudah jadi bagian dari antrian bbm. Jadi aku punya otak cerdas ini tidak dipakai untuk judging orang laah.
Gaes, ini bukan tentang antri/tidak antri, kaya/miskin, mampu/tidak mampu, praktis/tidak praktis, norak/tidak norak, hemat/tidak hemat.
Ini hanya tentang urusan judge/not judge.
Dan Gaes, ini tentang antri bbm.
Bukan tentang protes bbm naik.
Semoga masih fokus.
Hihihi.