Jika manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memilih umur, di umur berapakah kebanyakan manusia akan memilih?
Umur 2 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat yang menyenangkan karena yang kita tahu hanyalah bermain? Dimana saat-saat itu adalah saat kita masih belum tahu benar apa itu persoalan?
Umur 13 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita memasuki masa remaja dan mulai merasakan adanya cinta meski belum tahu benar apa arti sebuah cinta?
Umur 20 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita tahu apa itu persoalan dan permasalahan dan bisa labil dibuatnya karena suatu persoalan?
Umur 30 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita mendapat “label” dewasa dan mulai berpikir seakan kita tua?
Umur 50 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat kita mulai was-was akan pertanda penuaan dan akhir kehidupan? Dimana saat-saat itu adalah saat dimana kita merasa tidak berdaya menghadapi hidup yang terlalu keras ini?
Umur 70 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat dimana kita memang tidak berdaya menghadapi persoalan yang dirasa terlalu berat dan tubuh mulai mengkerut?
Umur 80 tahun kah? Dimana saat-saat itu adalah saat dimana kita sudah berpikir tentang kematian dan mulai mencari tanah untuk menguburkan diri sendiri?
Hanya saja Tuhan tidak pernah memberi pilihan seperti itu. Semua manusia secara adil harus melewati arti sebuah proses kehidupan. Semua memiliki peluang yang sama untuk merasakan proses tersebut, yang berbeda hanyalah masa pemberhentiannya.
Untuk yang satu ini memang benar Tuhan lah yang berkuasa penuh. Jika tidak, tentu tidak ada sebutan tua, muda, karena pilihan terbesar akan jatuh pada pilihan pertama, pilihan yang mengkondisikan kita untuk tidak merasakan dan mengerti peliknya sebuah persoalan.
Lalu mengapa Tuhan menciptakan umur dan persoalan berjalan beriringan?
Misterius,
Karena itulah Tuhan menciptakan satu makna diatas umur dan persoalan yang berjalan beriringan,
Satu makna,,.
TERIMAKASIH........
Diatas umur dan persoalan, selalu ada TERIMAKASIH sebagai pelindungnya.
"Kebenaran adalah berani, dan kebaikan tidak pernah takut." -William Shakespeare_Measure for measure-
Sabtu, 28 November 2009
Jumat, 27 November 2009
M.A.T.I…
Pernahkah kamu berpikir tentang kematian?
Membayangkan kamu terbaring, terbujur kaku, dan tidak bernafas?
Membayangkan kamu sedang dihiasi oleh kerabatmu, untuk terakhir kalinya?
Membayangkan kamu sedang ditangisi oleh kerabatmu, dan kamu diam tidak berkutik?
Membayangkan kamu hanya akan melihat hitam, dan tidak lagi melihat semuanya?
Membayangkan kamu akan dibaringkan disebuah kotak, yang akan segera ditutup agar bau busukmu tidak mengganggu orang lain?
Pernahkah kamu berpikir saat kamu mati, ada orang lain yang justru tertawa terbahak-bahak melihat kamu terbujur kaku?
Membayangkan dia yang tertawa dan lega karena tidak akan ada kamu lagi?
Membayangkan sejumlah orang ber toast ria merayakan kematianmu?
Aku baru saja berpikir tentang “setelah mati” beberapa menit yang lalu,
Karena selama beberapa tahun yang lalu, aku hanya berpikir bagaimana caranya mati, dan tidak pernah terlintas apa yang sedang terjadi saat dan setelah aku mati..
Sungguh ironis,
Bagaimana dengan kamu?
Pernahkah?
Membayangkan kamu terbaring, terbujur kaku, dan tidak bernafas?
Membayangkan kamu sedang dihiasi oleh kerabatmu, untuk terakhir kalinya?
Membayangkan kamu sedang ditangisi oleh kerabatmu, dan kamu diam tidak berkutik?
Membayangkan kamu hanya akan melihat hitam, dan tidak lagi melihat semuanya?
Membayangkan kamu akan dibaringkan disebuah kotak, yang akan segera ditutup agar bau busukmu tidak mengganggu orang lain?
Pernahkah kamu berpikir saat kamu mati, ada orang lain yang justru tertawa terbahak-bahak melihat kamu terbujur kaku?
Membayangkan dia yang tertawa dan lega karena tidak akan ada kamu lagi?
Membayangkan sejumlah orang ber toast ria merayakan kematianmu?
Aku baru saja berpikir tentang “setelah mati” beberapa menit yang lalu,
Karena selama beberapa tahun yang lalu, aku hanya berpikir bagaimana caranya mati, dan tidak pernah terlintas apa yang sedang terjadi saat dan setelah aku mati..
Sungguh ironis,
Bagaimana dengan kamu?
Pernahkah?
LAKI-LAKI, PEREMPUAN, DAN PERASAAN.
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk indah yang menggunakan perasaan nya untuk setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini.
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk rapuh karena perasaan yang berbicara.
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk egois karena perasaan yang bertindak.
Mereka bilang, perempuan adalah bla bla bla dan lain sebagainya.
Perempuan dan perasaan, selalu terkait erat seolah tidak bisa dipisahkan, atau mungkin memang tidak bisa dipisahkan?
Perempuan dan perasaan, menjadi satu identitas seolah tidak ada identitas lain, atau memang tidak ada identitas lain bagi perempuan?
Perempuan dan perasaan, akan berujung pada tangis, entah itu bahagia atau sedih, atau memang tidak ada ujung yang lain selain tangis?
Perempuan dan perasaan, kemanapun perginya selalu berjalan beriringan.
Apa memang hanya perempuan yang tidak bisa lepas dari perasaan?
Kalau begitu, laki-laki tidak punya perasaan kah?
Artinya laki-laki adalah Zombie?
Perasaan, selalu dikaitkan dengan perempuan seolah laki-laki tidak berhak dan tidak ikut serta didalamnya.
Mereka bilang, setiap orang punya perasaan, hanya perempuan lebih banyak dan lebih sering menggunakannya daripada laki-laki.
Kenapa semua orang memusingkan seberapa banyak yang terpakai dan terbuang?
Bukankah intinya apapun itu pasti terpakai tidak peduli kuantitas pemakaiannya?
Artinya, laki-laki dan perempuan adalah sama.
Laki-laki dan perempuan berjalan bersama menggunakan perasaannya, tidak peduli siapa yang menggunakan seberapa banyak dan sering,
Laki-laki dan perempuan selalu pernah berada pada situasi yang indah, rapuh, dan egois karena menggunakan perasaannya.
Kalau begitu, jika ada isak tangis, kerapuhan, atau keegoisan, mengapa mereka selalu bilang:
“dasar perempuan..”..
Hei, kemana laki-laki nya? Bukankah kita sepakat setiap jenis kelamin memiliki perasaan?
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk rapuh karena perasaan yang berbicara.
Mereka bilang, perempuan adalah makhluk egois karena perasaan yang bertindak.
Mereka bilang, perempuan adalah bla bla bla dan lain sebagainya.
Perempuan dan perasaan, selalu terkait erat seolah tidak bisa dipisahkan, atau mungkin memang tidak bisa dipisahkan?
Perempuan dan perasaan, menjadi satu identitas seolah tidak ada identitas lain, atau memang tidak ada identitas lain bagi perempuan?
Perempuan dan perasaan, akan berujung pada tangis, entah itu bahagia atau sedih, atau memang tidak ada ujung yang lain selain tangis?
Perempuan dan perasaan, kemanapun perginya selalu berjalan beriringan.
Apa memang hanya perempuan yang tidak bisa lepas dari perasaan?
Kalau begitu, laki-laki tidak punya perasaan kah?
Artinya laki-laki adalah Zombie?
Perasaan, selalu dikaitkan dengan perempuan seolah laki-laki tidak berhak dan tidak ikut serta didalamnya.
Mereka bilang, setiap orang punya perasaan, hanya perempuan lebih banyak dan lebih sering menggunakannya daripada laki-laki.
Kenapa semua orang memusingkan seberapa banyak yang terpakai dan terbuang?
Bukankah intinya apapun itu pasti terpakai tidak peduli kuantitas pemakaiannya?
Artinya, laki-laki dan perempuan adalah sama.
Laki-laki dan perempuan berjalan bersama menggunakan perasaannya, tidak peduli siapa yang menggunakan seberapa banyak dan sering,
Laki-laki dan perempuan selalu pernah berada pada situasi yang indah, rapuh, dan egois karena menggunakan perasaannya.
Kalau begitu, jika ada isak tangis, kerapuhan, atau keegoisan, mengapa mereka selalu bilang:
“dasar perempuan..”..
Hei, kemana laki-laki nya? Bukankah kita sepakat setiap jenis kelamin memiliki perasaan?
Langganan:
Postingan (Atom)