Kemarin pagi, saya dibangunkan alarm (seperti biasa). Saya membuka mata, melihat jendela, sudah agak terang, lalu spontan saya bilang pada Tuhan: "Oh ya ampun Tuhan. Kenapa saya harus bangun, saya sudah minta untuk tidak bangun saja." Pernyataan yang sangat "tidak bersyukur" ya? *senyum malu-malu*
Setiap malam, selama beberapa bulan terakhir, saya kehilangan semangat. Merasa terinjak-injak dan terbuang. Merasakan kegagalan yang luar biasa, lebih dari yang dulu-dulu. Saya selalu minta (dengan sangat) pada Tuhan agar malam ini adalah malam terakhir saya. Lalu, setiap pagi, setiap kali saya sadar dari tidur, seolah Dia bilang: "Not today, sweetheart. Wake up."
Tapi Tuhan selalu punya cara untuk membangkitkan semangat dipagi hari: ketika saya memandang wajah mama, ketika saya melihat Blackberry dan melihat sapaan selamat pagi dari sahabat-sahabat, dan ketika saya berangkat kerja.
Untuk berangkat kerja, saya membutuhkan sekitar 45 menit sampai 1 Jam untuk bisa sampai dikantor. Saya mengeluhkan ini, dulu. Tapi belakangan, saya sangat men-syukurinya. Kenapa? Karena disitulah quality time saya bersama Tuhan. Saya akan mengeluhkan semua persoalan, saya akan mengasihani diri sendiri, saya akan meratap bahwa semua ini tidak adil, saya akan menyalahkan orang-orang yang harus disalahkan. Lalu, seperti ada yang berbisik "selalu ada matahari bersinar setelah badai. Tenang dan sabarlah."
Kemudian, disisa perjalanan, saya akan menyemangati diri sendiri, sesekali melihat ke langit. Kalau mendung, saya akan bilang: "setelah ini akan ada matahari yang sangat keren." Kalau cerah, saya akan bilang: "Tuhan benar, selalu ada matahari setelah badai."
Saat saya menulis ini, saya sedang dikantor. Karena datang agak awal, saya menyempatkan diri melihat blog saya. Tiba-tiba ingin sekali membaca tulisan-tulisan lama saya sendiri. Mungkin ini aneh, tapi saya menjadi bersemangat kembali setelah membaca tulisan-tulisan saya sendiri. Selalu ada yang menyedihkan dibeberapa tulisan saya. Tapi ternyata (baru saya sadari) ada beberapa kata-kata penyemangat secara tersirat di beberapa tulisan, bahkan ketika tulisan-tulisan itu ditulis saat sedang iseng. Siapa yang menulis itu? Saya sendiri?
Saya kaget. Ternyata, Paling tidak, dulu, saya pernah menjadi orang yang benar-benar optimis, bahkan disaat yang paling memilukan. Saya ingin mendapatkannya kembali. Jiwa yang optimis, Hati yang lembut dan kuat. Pribadi yang ceria.
Tahu tidak, Tuhan punya segala cara untuk mengembalikan langkahmu yang terseok-seok, menjadi langkah yang mantap.
Saya masih labil. Belum tahu langkah apa yang harus diambil untuk menata beberapa bagian yang sudah hancur. Masih ter-ngesot-ngesot memperbaiki langkah-langkah yang sempat salah. Masih takut untuk berharap dan bermimpi indah. Masih terjebak dengan ketidak-sinkron-an antara otak dan hati.
Tapi Tuhan selalu punya cara, kan?
"Karena matahari yang muncul setelah badai, selalu menjadi matahari yang terindah. Tenang dan Sabarlah."
Selamat Pagi, teman-teman yang sedang tidak bersemangat maupun yang sudah menemukan kembali semangatnya. :)