Saya belajar banyak hal akhir-akhir ini. Sampai saya pikir semua ini terlalu berlebihan dan otak tidak cukup menampung sebanyak ini. Saya belajar tentang menyayangi sepenuh hati dan jatuh karenanya. Saya belajar mengenal sifat dan sikap orang-orang yang sempat dan sedang terlibat dalam hidup saya yang penuh warna. Saya belajar menertawakan masalah bersama para sahabat. Saya belajar mengontrol hal-hal yang tidak dapat saya kontrol sebelumnya. Dan saya belajar percaya.
Tentang menyayangi sepenuh hati, ternyata tidak dapat kamu kontrol menjadi persentase. "Cintai pasanganmu 10%, 50%, atau 80% saja." Berapa banyak 80% itu? Saya pikir saya pintar menakar perasaan. Ternyata saya tidak sepintar itu. Perasaan tidak bisa dibatasi menjadi sekian persen. Saya menyadari bahwa totalitas sudah mendarah daging. Dan karenanya saya terbang tinggi lalu jatuh dengan bunyi yang cukup keras. Errr, dan tentu saja, sakit. Tapi saya belajar. Belajar bersyukur dan tetap berdiri dengan kepala tegak.
Orang-orang berubah. Tentu saja. Mereka bilang yang tidak akan pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Siapapun punya kesempatan untuk berubah. Saya pun berubah. Orang-orang yang saya putuskan untuk saya sayangi pun berubah. Dan ternyata, perasaan pun dapat berubah.
Saya naif. Saya pikir jika kamu menyayangi seseorang, meletakkannya sebagai dasar, maka dalam keadaan paling mendesak pun, perasaan sayangmu tidak akan berubah. Tidak. Bukan seperti itu alurnya bagi beberapa orang. Mereka bilang perasaan sayang bisa hilang begitu saja. Akhirnya saya belajar satu hal, bahwa untuk urusan mencintai, hanya Tuhan yang tidak pernah berubah.
Saya juga belajar menunggu. Memberi kesempatan pada yang seharusnya layak diberi kesempatan, untuk berubah. Berubah menjadi lebih baik. Tuhan memberi saya kesempatan begitu banyak untuk memperbaiki hal-hal yang sudah saya kacaukan. Mengapa tidak untuk orang lain?
Seperti tentang perasaan yang timbul-hilang. Saya menunggunya untuk menjadi timbul-hilang-timbul-timbul-timbul. Tapi bukankah kita hanya manusia biasa? Punya kontrol terbatas, bahkan untuk diri sendiri. Akhirnya saya belajar satu hal lain, bahwa kita tidak bisa mengontrol perasaan orang lain. Lakukan hal terbaik, tinggalkan harga diri, dan mereka tetap akan meninggalkanmu jika mereka bersikeras. Jika begitu, maka yang dapat kamu lakukan adalah mengontrol perasaanmu sendiri. Untuk mengurangi, menambahkan, atau ikut menghilangkan perasaan, hanya proses yang akan menjawab. Kamu menyayangi sepenuh hati, ingat? Tentu saja tidak bisa hilang begitu saja, seperti memasak mie instan yang hanya dalam 3 menit selesai.
Tentang sifat, ternyata saya terlalu percaya diri untuk menilai orang lain. Bahkan ketika kamu sudah mengenal dan hidup bersamanya bertahun-tahun, kamu akan selalu menemukan hal baru dan biasanya akan berakhir dengan kejutan. Manusia mudah berubah, ingat?
Tentang menertawakan masalah, saya heran ternyata saya mampu melakukannya. Karena sahabat. Untuk masalah yang sepertinya urusan hidup dan mati, pada akhirnya akan dibuat seperti dagelan. Mungkin tidak dapat membantumu melewati malam hari dengan menangis tersedu-sedu, tapi pasti akan membantumu memberi keberanian untuk melangkah kedepan.
Tentang mengontrol, saya akhirnya sadar bahwa kontrol itu penting. Kendalikan dirimu untuk hal apapun. Bertekunlah dan kurangi kecepatan jika memang diperlukan. Atau jika harus berhenti dan mencoba jalan lain, maka lakukanlah.
Tentang percaya, mau tidak mau, saya harus mengatakan bahwa hanya Tuhan yang dapat saya percaya. Mempercayai manusia itu fatal. Kenapa saya sering sekali melupakan hal ini? Padahal tangan saya sendiri sering menuliskannya di tulisan-tulisan sebelumnya.
Tentang mempercayai satu hal, jika sudah membuat tujuan, jika meyakini akan terjadi, maka seharusnya tidak ada kata menyerah, apapun yang menghalangi. Mudah menyerah bukan bagian dari kedewasaan. Saya akan mencatat hal ini baik-baik.
Lalu tentang semuanya, saya menyadari bahwa hidup hanya tentang proses. Seperti kata-kata yang sempat melintas di otak yang sedang oleng akhir-akhir ini, "ini hanya persoalan biasa, semua manusia menghadapinya, dan ini giliranmu, anak muda."
|
images random from google |