Entah saya yang berlebihan atau mata sipit ini yang tidak bisa diajak bekerja sama, tapi akhir-akhir ini si air mata membandel. Seperti anak kecil yang suka membantah, saya bilang untuk berhenti tapi si air mata tidak mau berhenti. Moment seperti ini yang membuat kepala berdenyut-denyut hebat. Berharap beberapa hari tertentu boleh dilompati seperti melompati anak tangga ketika sedang terburu-buru. Nyatanya sang waktu menolak bernegosiasi.
Saya mencoba menawarkan pilihan pada sang waktu. "Sir, bisa berhenti sebentar? Atau hilangkan satu hari ini. Kacaukan kalender. Hilangkan angka 5 ini agar saya tidak terlalu heboh meresapi hari ini. Jika anda bersedia, saya akan berusaha sehebat mungkin untuk berkompromi dengan mata dan hati agar tidak terlalu bersedih di kemudian hari. Saya tidak akan menyalahkan anda nanti ketika anda dirasa bergerak terlalu cepat." Tapi sang waktu berkata tidak. "Maaf, lady. Tidak bisa dan tidak boleh. saya tidak punya pilihan untuk berhenti. Saya harus tetap bergerak. Anda lah yang punya kendali dalam memilih. Anda bisa memilih tetap bersedih dan menyalahkan saya, atau sebaliknya. Tapi saya tetap bergerak."
Lalu sang waktu menepati janjinya. Angka ini tidak hilang di kalender. Hari ini tetap datang, membuat saya kewalahan menghadapi si air mata yang memberontak dan hati yang tidak bisa diajak berkompromi. Hanya mengandalkan otak agar tetap waras.
Akhirnya saya harus menghadapi hari ini. Angka ini. Bulan ini. Tahun ini. Terpaksa menyadari bahwa sudah satu tahun (atau BARU satu tahun?) berlalu tanpa ayah. Terpaksa menyadari bahwa sudah satu tahun ayah "mogok" bicara dengan saya. Terpaksa menyadari bahwa tahun lalu begitu berat dan kembali berat hari ini karena mengingat yang lalu. Terpaksa menyadari bahwa tahun ini tidak ada binar kebanggaan dari ayah untuk saya yang sedang berbinar karena boleh memenuhi cita-citanya.
Satu tahun yang lalu, tepat tanggal ini, saya merasa seperti mayat hidup. Ingin ikut tidur bersama ayah di peti yang mahal itu. Tidak mau bangun lagi, tidak mau bicara pada seorangpun, lagi. Mata bengkak, eyeliner tidak membantu mencerahkan mata yang sendu. Tentu saja saya masih hidup, sekarang. Saya hidup, tersenyum, tertawa, menikmati shopping, menikmati matahari, dan itu TIDAK MUDAH untuk satu tahun yang begitu berat. Pada akhirnya saya menyerah untuk hari ini. Tidak bisa berdebat lagi dengan waktu, dan Tuhan. Mau tidak mau harus menikmati hari ini. Tidak bisa mengingkari hati dan menganggap hari ini biasa saja. Percayalah, sejak tidak bisa melihat ayah dan kakak, hari-hari tidak pernah menjadi biasa saja. Tapi saya harus hidup, dan bertahan. Bisa saja inilah poin penting yang diharapkan ayah. Mana saya tahu, saya tidak bisa menggali kubur, mengetuk petinya, dan meminta ayah bangun dan memaksanya mengatakan apa yang diharapkan dari saya. Karena itu hanya bisa mengira-ngira. Toh, kami adalah anak dan ayah. Punya ikatan meski terpisah jarak yang tidak bisa ditempuh dengan kendaraan apa saja. Mengandalkan potongan-potongan kenangan manis bersama beliau, maka semoga poin yang hanya berdasarkan perkiraan ini tepat.
Terimakasih Tuhan, saya masih punya otak. Paling tidak di sela-sela sesenggukan, saya memikirkan mata warisan yang sudah sipit ini. Sayang sekali jika harus semakin sipit karena air mata yang membandel. Kamu, air mata, akan berhenti karena saya tidak akan membiarkan mata ini hilang. Tapi, saat ini, kamu, air mata, boleh menari dan berdansa dengan hati yang remuk. Dan setelahnya, biarkan otak yang mengambil alih!
"Keadaan boleh jahat karena tidak mengijinkan aku bertemu denganmu saat ini. Kesadaran boleh mengetuk hatiku untuk mengingatkan bahwa kau tidak sempurna. Tapi aku akan tetap merindukanmu, akan tetap bangga menyandang namamu. Jadi, berbahagialah disana. Berbanggalah dari sana. Nikmati tulisan ini sambil mendengar lagu ini. Jangan protes, papa. Aku tidak bisa menyanyi. Kau harus cukup puas dengan suara orang lain saat ini. Nanti kalau kita sudah bertemu, berkumpul, aku akan menyanyikan lagu ini di samping telingamu. Aku mencintaimu. Peluk hangat perutmu yang buncit dariku. (Kau dan aku belum selesai, papa. Kau masih mendominasi hatiku.)"
October, 5, 2011.
(Exactly a year) he is having fun in heaven.
Dedicated for him, with thousands loves.
His Daughter on the earth.
*written with tears and smile at the same time.