Chapter 1.
Mereka sedang berdebat.
Oops! bukan! Mereka sedang Berlomba. Lomba berteriak. Si pemenang akan memiliki surga.
Karena itu mereka berusaha sekuat mungkin menarik urat leher.
Hei, surga didepan mata. Ayo, ayo berteriak atas nama Tuhan!
Chapter 2.
Di sudut sana, sekelompok yang lain, merasa tersenggol dan tersinggung.
Merasa cukup pantas untuk memutuskan bahwa lomba itu adalah penghinaan.
Mereka bersiap mengambil seperangkat alat suci dan memanfaatkan teknologi yang sedang berpesta dengan kecanggihannya. Oh, tidak lupa dengan bambu runcing. Senjata khas sebuah negara.
Mereka mengenakan perisai dengan ukiran "kami siap membela Tuhan".
Chapter 3.
Para peserta lomba merasa teraniaya. Merasa terhina.
Uh. Sepertinya ini ujian dalam lomba. Harus berteriak lebih kencang!
Nah, betul saja. Teriakan semakin kencang dan menggetarkan, dengan tambahan kalimat "kami siap membela Tuhan".
Chapter 4.
Masing-masing kubu mulai mengumpulkan pasukan.
Chapter 5.
Kembali pada chapter 1.
Chapter bonus.
Disudut sini, seseorang sedang mengaduk kopi dalam cangkir kesayangannya. Menyesap kopinya dengan nikmat sambil membaca dan "menonton" chapter demi chapter. Akhirnya, Ia menutup chapter, meletakkan cangkir kopi, dan melanjutkan aktivitasnya sambil bergumam "Tuhan tidak perlu dibela. Ia besar, Ia solid, dan Ia sangat sanggup membela diriNya sendiri. "
1 komentar:
cool... satire yg mengena dan telak! :D
Posting Komentar