"Kebenaran adalah berani, dan kebaikan tidak pernah takut." -William Shakespeare_Measure for measure-

Jumat, 18 November 2011

Serba-serbi Luka

Mereka ada di dekatmu. Seringnya menyakiti hatimu yang hanya satu. Jangan pusing dengan urusan "disengaja" atau "tidak disengaja" karena pada akhirnya hati tetap luka. Di suatu waktu manusia-manusia ini menangis tersedu-sedu, merasa hatinya disakiti, olehmu. Lalu mulut-mulut kecil berkoar bahwa kamu tidak pernah mengerti. "Kamu tidak pernah berada diposisiku!" Teriak mereka dengan lantang. Jari kirinya menuding moralmu. Tangan kanannya menarik jubah hakim. Kamu dihakimi. Kamulah orang paling kriminal dimuka bumi. Satu-satunya makhluk yang tidak punya hati karena tidak pernah bisa mengerti tentang "posisi". Kamu harus mengerti. Kamu harus paham. Peduli setan, hatimu sakit dan tertusuk karena tudingan. Kamu orang bersalah. Titik. 

Anggap saja benar. Mengaku saja pernah melakukannya. Lalu minta pengampunan pada siapa? Siapa yang mengerti hati yang satu ini? Mulut ditempel plester tanda dilarang bersuara. Sekali salah tetap salah. Sekali tidak mengerti tetap tidak mengerti. Jangan membela diri. Ingat? Moralmu sedang dituding. "Berontaklah! Buka plesternya dan bersuaralah." kata suara didalam hati. "Jangan. simpan saja tenagamu." Kata suara yang lain. Ah, ya. Sia-sia. Inilah saatnya pepatah "diam adalah emas" beraksi. 

Betul. Sebaiknya kamu diam. Tahan semua dengan lutut yang bergetar itu. Bersyukurlah. Lututmu masih bergetar, belum patah. Lalu, jika patah? Masih ada pundak. Masih ada punggung. Tanggung saja sebentar. Nanti katanya akan ada yang menolongmu. Seperti di sinetron-sinetron itu, tokoh protagonisnya selalu tersungkur. Tapi selalu ada yang mengulurkan tangan untuknya. Begitupun kamu. Pasti akan ada yang mengulurkan tangan untukmu. Kamu yang hatinya cuma satu dan disakiti. Kamu yang harus mengerti. Kamu yang terhakimi. Kamu yang tertuding. Kamu yang moralnya dipertanyakan. Kamu yang mulutnya di plester tanda dilarang bersuara. Kamu yang lututnya bergetar. Bahkan kamu yang sudah tersungkur. Harapanmu adalah bahwa akan selalu ada yang mengulurkan tangannya untukmu. Meski hanya satu orang. Atau setengah orang? 
Berharap sajalah. Toh, kamu belum mati.

image from here

13 komentar:

putuindarmeilita.blogspot.com mengatakan...

Aku suka sama postingan kamu yang ini, Fe. sangat. mencerminkan diriku sekali. Aku kopi ya....

Riu is me mengatakan...

suka banget kata-katanya. Misterius

Disabilitas dan Pandangan Masyarakat mengatakan...

kalimatnya penuh dengan bahasa sastra yang sukar dimengerti.
tapi pada bagian terakhir itu ada yang unik. kita bersyukur masih punya itu walau kelihangan ini. kita juga harus bersyukur lagi masih punya ini walau kehilangan itu.

FeraSuliyanto mengatakan...

@mbak lita: silahkan mbak. :)

@arif: thanks. :)

Anonim mengatakan...

oow, a meaningful one! love this so much. i have to take a learn of your words. thank you so much for sharing. :)

Andy mengatakan...

kalau saya tersungkur sekarang & nanti,saya kagak pernah banyak berharap saya akan ditolong oleh siapa pun
tapi saya selalu berharap untuk bisa bangkit walaupun tanpa dukungan,karena kalau kita tidak bangkit dari keterpurukan buat apa waktu yang diberikan Tuhan kepada kita untuk tetap hidup hingga saat ini

Gloria Putri mengatakan...

aku juga sedang mengulurkan tangan seperti itu Fe :(

Dannesya mengatakan...

aku... ga tahu mau komen apa... :x

Symphony of Elegy mengatakan...

saya bisa merasakan emosi mbak Fe saat nulis postingan ini, dan pemilihan katanya itu LIAR

Zakaria mengatakan...

Bagus banget, sedang megalami kejadian yang sama T.T

FeraSuliyanto mengatakan...

@disabilitas: oke. :)

@Ayu: thanks for reading too, ayu :)

@Andy: oke. saya nggak ngerti maksud anda. but it's oke. thanks buat komennya, andi :)

@glo: *hug*

@annesya: lhoh?! hehehehe

@andaka: waduh! liar?? hahaha

@zack: semangat zack! *tepukpundaksizack* :)

Kutus Kutus Herbal, Bali mengatakan...

Fe,
Kebenaran berselimut 'tudingan salah' itulah yang kutangkap dari posting ini.

Kebenaran yang hakiki adalah kebenaran yang teruji, bukan hanya pendapat atau faham 'like in dislike' terlebih pada ledakan sebuah emosi.

mencoba memahami, menanyakan kenapa 'engkau lakukan itu ?' atau 'kenapa itu terjadi?' sebelum vonis terlontar dari dalam hati, fikiran dan akhirnya kemulut adalah upaya bijak dalam pengambilan sebuah keputusan.

Nice posting Fe...
Salam

FeraSuliyanto mengatakan...

@obrolan blogger: nice comment. :) salam. :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...